Flores dan Timor Leste Jajahan Portugis, Ini Bukti Sejarahnya

1333677671556848021
Sejarah mencatat, sebelum VOC masuk ke wilayah Nusantara, wilayah timur Nusantara (Hindia Timur) sudah lebih dahulu diduduki Portugis. Pelan tapi pasti, tentu saja harus melalui pertempuran sengit antara pendatang baru (Belanda) melawan penguasa lama (Portugis), Nusantara kemudian dikuasai Belanda dari barat merambah perlahan ke timur dan kemudian mengubah namanya menjadi Hindia Belanda.
Sengketa para penjajah itu ternyata berlangsung cukup alot. Baru pada tahun 1859 melalui Kesepakatan Lisabon, Portugis dan Belanda mengakhiri persengketaan mereka atas tanah jajahan di wilayah Hindia Timur. Portugis menyerahkan Hindia Timur kepada Belanda kecuali Tomor-Timur (sekarang Timor Leste).
Namun untuk mendapatkan kekuasaan atas Pulau Flores (Nusa Tenggara Timur) Belanda harus membayar dana tambahan kepada Portugis sebesar 80.000 Golden.
Tradisi Semana Santa
Pulau Flores sebagai bekas wilayah jajahan Portugis hingga sekarang masih menyimpan sejumlah situs sejarah yang sangat kental nuansa Portugisnya. Situs-situs itu baik dalam bentuk fisik (bangunan gereja, benteng dll), penggunaan nama-nama (faham) Portugis seperti Fernanez, Da Lopez, Da Silva dll, juga ritual tahunan keagamaaan (Katolik) yang dikenal dengan nama Semana Santa.

Dalam bahasa Portugis, Semana Santa berarti Pekan Suci atau Minggu Suci. Yaitu tujuh hari yang merupakan pekan penutup 40 hari masa puasa atau mati raga yang dilakukan oleh umat Kristiani untuk mempersiapkan Paskah. Tujuh hari suci itu diawali dengan Hari Raya Pondok Daun (Minggu Palma), Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci dan berakhir Hari Minggu Paskah.

Bagi umat Katolik di NTT, Semana Santa akan terasa lebih kusuk bila dirayakan di LARANTUKA, sebuah kota kecil paling timur Pulau Flores yang terletak di kaki gunung (Ile) Mandiri. Bahkan sepuluh tahun terakhir, banyak warga Jakarta dan dari kota-kota lain di Indonesia yang datang ke Larantuka untuk merayakan Semana Santa.
Hari ini (Jumat, 6/4/2012) Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu bersama rombongan serta Duta Besar Portugal untuk Indonesia Manuel Carlos Leitao Frota bersama isterinya berada di Larantuka untuk mengikuti Ziarah Jumat Agung yang kental dengan nuansa Portugis itu.
Dalam prosesi (ziarah) Jumat Agung di Larantuka hari ini, Arca Tuan Ma (Bunda Maria) dilengkapi busana perkabungan berupa sehelai mantel berwarna hitam, ungu atau beludru biru, diarak keliling Kota.
13336781421242567032
http://derosaryebed.blogspot.com/2012/01/semana-santa-di-larantukaritual.html
Mengapa harus Arca Tuan Ma? Karena Bunda Maria menjadi pusat perhatian utama dalam ritual ini, Bunda yang bersedih, Bunda yang berduka cita (Mater Dolorosa) karena Putera-Nya (Yesus Sang Isa Almasih) harus menanggung penderitaan hebat, disiksa, dipermalukan, disalibkan sampai mati untuk menebus dosa umat manusia.
Sambil berarak keliling kota Para peziarah mengambil bagian dalam penderitaan Yesus dan dalam dukacita Bunda Maria sambil menaikan permohonan agar dikabulkan oleh Tuhan Yesus melalui Bunda Maria (Per Mariam ad Jesum).
Dalam prosesi itu, para peziarah bersama pasukan pengiring Arca Tuan Ma serta para uskup, pastor, suster dan rohaniawan lainnya menyinggahi 8 tempat perhentian (armida) yakni: (1) Armida Missericordia, (2) Armida Tuan Meninu (armida kota), (3) Armida St. Philipus, (4) Armida Tuan Trewa, (5) Armida Pantekebi, (6) Armida St. Antonius, (7) Armida Kuce dan (8) Armida Desa Lohayong.
Armida-armida itu sesuai urutannya, mau menggambarkan keseluruhan perjalanan hidup Yesus Kristus mulai dari ke-AllahNya (Missericordia), kehidupan-Nya sebagai manusia sejak bayi (Tuan Meninu), masa remaja (St. Philipus) hingga masa penderitaan-Nya yang dijalani-Nya dengan penuh kesabaran, kesetiaan dan ketaatan kepada Kehendak Allah.

2 komentar: